Arti sebuah nama panggilan
Nama adalah sebuah do’a dari orang tua untuk anaknya. mereka
pasti akan membungkus anaknya dengan nama yang indah. Sama halnya dengan aku,
aku diberikan nama yang begitu baik artinya. Rufaidah Sayyidah Al-Anshoriyah,
nama yang begitu panjang. Dan dari
ketiga nama itu pun tidak ada satu pun yang bersahabat dengan lidah Indonesia.
Benar saja, semenjak aku sadar dengan kehidupan dunia. Tepat pada usiaku yang
ke 4 tahun. Orang sekitarku kesulitan memanggil namaku. Dari ketiga nama yang
disodorkan itu, mereka hanya mengingat nama awal. Itu pun harus butuh waktu
yang cukup lama dan pengingatan-pengingatan yang sering dilakukan ummi kepada
orang sekitar yang bertanya “Siapa nama anaknya bu”.
Aku pun tumbuh dan semakin mengerti arti kehidupan, semakin
hidup bersosial, dan semakin banyak kenalan. Tibalah aku pada masa SD,
sebenarnya SDku pindah-pindah. Di mulai dari kelas satu SD di SDN, kemudian
pindah ke SDIT, dan hingga lulusnya kembali lagi ke SDN namun beda tempatnya.
Alasannya adalah karena aku masuk SD terlalu cepat dan ummi mengiginkan anaknya
masuk ke SDIT namun ternyata di SDIT pun aku tidak kuat, karena pelajaran di
SDIT sangatlah berat dan tidak sepadan dengan otak anaknya yang berusia lebih
muda dari teman-temannya yang masih lebih senang bermain dari pada belajar. Nah
di SDN yang terakhir inilah hidup terasa lebih berwarna, karena mereka yang
lebih merakyat. Di sinilah bermulanya nama panggilan yang unik untukku. Aku
ingat sekali, saat itu sedang ramai-ramainya Smack Down. Tapi saat itu pula
ummi dan abi melarang aku untuk megkonsumsi tayangan itu. Tapi yang namanya
anak, semakin dilarang semakin penasaran. Aku pun mencuri-curi untuk
menontonnya, jadi punya bahasan kalau teman-teman sedang membicarakan tayangan
itu. Katakana saja saat itu aku suka sekali dengan Jhon cena, sebenarnya bukan
karena apa-apa. Sungguh aku hanya ikut-ikutan belaka, kalau sekarang aku lihat
tempelan si Jhon cena itu di lemari belajarku, rasanya tidak menarik sama
sekali, ingin dicopot susah karena
lemnya merusak meja belajarku. Teman-temanku saat itu masih sangatlah rumit
untuk memanggil namaku, untuk memanggil Rufaidah saja mereka masih sangat sulit
dan suka terbalik-balik. Saat sedang berbincang-bincang mengenai Smack Down di
halaman masjid samping rumahku, celetuklah Indra memberikan masukan untuk nama
panggilan baruku saat itu.
“Nama lu ribet banget sih perasaan, gue aja ga apal-apal
ampe sekarang.” Celetuk Indra yang menoleh kepadaku dan diamini oleh
teman-teman lain yang saat itu sedang berkumpul.
“hah, apa iya? Gampang ko, cuma Rufaidah aja. Ribet dari
mananya?” jawabku yang juga menoleh kepadanya.
“Gini aja deh, kan nama lu Rafidah ya.” Tangkas Indra. Tapi
belum selesai sudah aku potong karena ia salah menyebutkan namaku.
“Eits!!! Dra, nama gue Rufaidah. Bukan Rafidah!” Sembari
memukul bahunya.
“Eh iya maksud gue Rufaidah, tuhkan gue lupa.” Katanya
sambil mesem-mesem.
“Gimana kalau gue panggil lu RVD aja?” terusnya sambil
menampakan wajah bertanya kepadaku.
“Nah bener tuh Dra, RVD aja. Singkat dan emang lagi
fenomenal juga, jadi gampang ingetnya. Ro Ven Dam tuh keren” Sambung cici yang
saat itu berada di sampingku sambil melempar senyum kepadaku.
“Hmmmmm. Boleh aja sih, bagus juga.” Kataku menyetujui.
“Bukan gitu sih ci, RVD kita anggep aja singkatan nama
Rufaidah. Gue ga ada niat bikin lu keren ya er!” Sambut Indra dengan panggilan
barunya itu.
Nah dari sanalah aku mendapatkan panggilan baru, nama
Rufaidah disingkat menjadi RVD karena katanya untuk mempermudah. Dan benar
saja, sejak saat itu semua orang memanggilku dengan sebutan RVD. Baik yang tua
mau pun yang muda, hihi. Namun ternyata nama itu menjadi do’a. luluslah sudah
aku dari jenjang Sekolah Dasar (SD) dan melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Di sini aku benar-benar menjadi seorang RVD, karena ekskul yang
aku ikuti adalah Karate. Dan Karate disekolah berbeda dengan Karate yang ada
dikelurahan dekat rumahku. Di sini aku dilatih menjadi kuat fisik dan tahan
banting, kalau lagi tanding saja kita tidak diperkenankan memakai alat
perlindungan dan Karate di SMPku menganut ajaran Full Body Contac. Dan saat itu
aku benar-benar menjadi seorang yang kuat seperti RVD dalam tayangan Smack
Down. Bukan hanya itu, aku pun menjadi sangat tomboy. Padahal saat SD aku
sangat kalem dan adem ayem. Temanku rata-rata laki-laki (meski lebih tepatnya
adik kelas laki-laki), bahkan saat aku sedang akrab dengan perempuan,
teman-temanku mengaggap perempuan itu pacarku. Gila memang sungguh gila mereka
itu. Tapi ternyata belum cukup sampai situ. Rumah yang tak menentu pun membuat
aku harus banyak beradaptasi, tapi nama RVD itu masih berlanjut. Masih kelas
tiga SMP, namun mempunyai teman rumah yang berbeda. Saat itu aku sedang menetap
di suatu kampung di kelurahan Puspanegara, saat teman-teman baru yang kudapati
di sana menanyakan siapa namaku, maka aku jawab dengan “Panggil saja aku RVD”
awalnya mereka kebingungan, namun setelah aku jelaskan bahwa RVD itu singkatan
dari Rufaidah, maka mereka pun mengerti. Dengan suara yang menggelegar yang
khas serupa laki-laki, nama RVD itu pun menjadi sangat mereka yakini. Jadilah
aku berciri khas si suara laki-laki saat itu, dengan ditopang gaya tomboyku
yang khas pula. Karena menggunakan hijab tapi gelagatnya, ah sudahlah itu
kenangan yang sebenarnya membuat sesak di dadaku tiap kali menceritakannya.
Naiklah aku ketingkat jenjang yang lebih tinggi yaitu
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Melanjutkan sekolah dari SMP ke SMK bukanlah
pilihan yang benar-benar diyakini oleh hati, sebab aku sangatlah bingung memilih
SMA atau SMK. Aku sudahlah bosan dengan kurikulum SMA yang sepertinya juga
tidak jauh beda dengan SMP, pikirku saat itu. Namun masuk SMK juga terlalu
banyak pilihan yang membuat aku malah jadi kelimpungan sendiri. Akutansi adalah
jurusan yang aku tuju untuk jenjang SMK ini, menjagokan diri yang padahal sama
sekali tidak mengusai ilmu matematika dan pribadi yang malas sekali dalam hal
hitung-menghitung ini. Awal tes masuk aku mencoba tes ke SMKN pertama di Kota
Bogor, tapi memang tidak direstui aku pun gagal. Daftarlah lagi aku ke SMK
swasta yang berjarak dekat dengan jagorawi daerah Citeureup. Saat itu pun aku
mencoba dengan tes jurusan Akutansi, masih nekat saja rupanya aku ini hehe. Tapi
memang bukan bakatnya di sana, aku pun gagal lagi. Namun karena ini swasta jadi
tidak sampai harus terkatung-katung mencari sekolah lagi, aku hanya dialihkan
jurusan oleh pihak sekolah. Tapi inilah malapetakanya. Seorang tomboy seperti
aku ini dipilih untuk masuk jurusan Adm. Perkantoran. Oh no, rasanya kiamat
memang sudah dekat. Dan benar saja, saat awal masuk dan ku tengok kanan kiri
yang terlihat hanyalah manusia-manusia cantik. Ya, dari kurang lebih 35 murid
semuanya adalah perempuan. “Kelas macam apa ini.” gerutuku saat awal memasuki
kelas itu. Saat itu pun aku sekelas dengan teman SMPku yang dulu kita sama
sekali tidak dekat, wajar saja karena dia itu perempuan, hihi. Nama RVD masih
melekat namun belum booming, karena awal masuk aku belum terlalu tenar, haha.
Namun candaan kecil dikelas saat itu mengubah panggilan RVD menjadi, ah malu
sebenarnya aku mengatakannya. Ya, jadi saat itu aku sedang bercanda-canda
dengan temanku satu kelas yang bernama Sita. Dia memanggilku dengan sebutan
Odah. Dan dari situlah nama RVD berganti menjadi Odah. Alasannya adalah karena aku itu usil. “Nama Odah itu pantes buat elu.”
Ujar Sita sambil cengegesan. Awalnya aku tidak mengamini panggilan itu, tapi
apa daya. Semua teman kelas sudah mengenalku dengan sebutan Odah, Sita memang
pintar mengkelabuhi teman sekelas saat itu. Menjalarlah panggilan ini kepada
semua kelas, bahkan kaka kelas pun turut andil memanggilku Odah. Karena saat
SMK aku aktif dalam kegiatan apa pun yang diselenggarakan sekolah. Dengan sikap
caper dan supel, mudahlah aku dikenal banyak orang, (pdnya hehe).
Sekitar kelas tiga semester dua, tepat dengan agenda pusing
ria karena harus berkelumit dengan soal-soal UN dan Ujian Praktek. Aku
mendapatkan ilham yang datang secara tak sengaja. Tepat seminggu setelah aku
mengikuti audisi X-Factor Indonesia yang tak menghasilkan apa-apa selain capek
dan sesal harus membolos satu hari demi audisi, aku mendapati agenda Camp dari
ummi. Acara Camp ini yang mengadakan adalah kumpulan anak kader dari salah satu
partai politik. Awalnya aku ragu untuk ikut, karena aku tidak pernah simpatik
pada kegiatan ummi atau abi pada partainya itu. Namun karena acaranya menarik
aku pun mengiyakan tawaran ummi tersebut. Dengan celana gunung, kaos panjang
milik abi dan kerudung langsung ukuran M aku melangkahkan kaki dari depan
gerbang DPD yang bertempat di PEMDA Kab. Bogor. Betemulah aku dengan banyak
kawan perempuan di dalamnya, dan yang membat aku malu adalah, mereka semua
menggunakan rok dan kerudung yang panjangnya aduhai bukan main. Aku hanya
berharap ada perempuan yang juga menggunakan celana dan bergaya seperti aku
dalam acara ini nantinya. Dan
Alhamdulillah Allah mendengar do’aku, beberapa menit setelah aku terpojokan
karena merasa salah kostum, datang rombongan dari cilebut dan diantara mereka
ada perempuan yang bergaya santai dan mengenakan celana gunung juga. Ah lega
rasanya, setidaknya ga cuma gue yang salah kostum. Singkat cerita acara pun
berlangsung, dan saat kaka-kaka yang menggunakan jilbab yang panjangnya aduhai
itu berkenalan dan mengejakan namaku perkata, mereka langsung menyimpulan namaku
dengan sebutan Rufai. Tanpa mengelak aku langsung mengamini panggilan mereka
itu. Entah apa artinya, namun sampai sekarang aku merasa lebih hikmat saja
dipanggil Rufai. Karena Rufai adalah nama panggilan yang membawa aku menjadi
muslimah yang sebenarnya pun membuat aku sampai pada kampus dengan jurusan
Pend. Agama Islam ini. Dari Rufai inilah pula seorang Rufaidah Sayyidah
Al-Anshoriiyah menjadi manusia yang lebih baik lagi. Rufai adalah nama hijrahku
yang kubanggakan sampai detik ini. Meski kadang ada saja yang melestkan nama
Rufai menjadi Upey atau lebih kejamnya lagi adalah Upay. Tapi yang jelas, nama
ini adalah nama yang dilahirkan oleh kaka-kaka berkerudung panjang yang aduhai
itu, mereka yang menjadi peratara Allah dalam menyadarkan aku akan hidup di duniaNya.
Dengan panggilan Rufai ini pula aku meninggalkan si RVD yang senangnya berantem
dan gaul sama cowok atau Odah yang senengnya ngeband aliran keras . Dan dari
panggilan Rufai juga perempuan yang tomboy ini menjadi lebih santun, menjadi
lebih mengerti untuk apa hijab yang sedari kecil ia gunakan dan bagaimana hijab
yang sebenarnya layak untuk perempuan.
Setelah cerita panjang mengenai nama panggilan dan maknanya,
kalian tahu ga apa alasan orang tuaku memberikan nama Rufaidah Sayyidah
Al-Anshoriyah kepadaku?. Sedikit cerita, menurut sejarah yang diceritakan ummi
kepadaku. Rufaidah adalah seorang perawat pertama di negeri Anshor, entah pada
peperangan apa aku lupa, seorang Rufaidah ini adalah perawat yang sangat
lembut. Kalau tidak salah di film Omar, Rufaidah ini berperan. Tapi mengobati
siapa dan berada di episode berapanya aku pun lupa, hehe. Penambahan kata
sayyidah adalah seorang yang syahid. Jadi sebenarnya ummi dan abi menginginkan
anaknya seperti sosok Rufaidah Al-Anshoriyah yang mati syahid dijalan Allah.
Begitulah kiurang lebihnya keinginan mereka. Dulu aku beranggapan aku harus
menjadi perawat untuk menjadikan namaku itu hidup. Tapi ternyata tidak, setelah
panggilan RVD dan Odah diubah menjadi Rufai, aku makin yakin untuk menghidupkan
namaku itu dalam ranah dakwah yang sedang aku telusuri saat ini. bersama
organisasi dakwah dan komunitas dakwah, aku akan menghidupkan nama Rufaidah
Sayyidah Al-Anshoriyah ini seperti Rufaidah pada masa dulu. Meski tak sama
kerjanya tapi kami sama-sama berjuang dijalan Allah, menegakkan agamaNya, dan
rela mati dalam perjuanganNya. Meski dari ketiga nama panggilan itu tak satu
pun ummi setuju, setidaknya ada kisah menarik dibalik nama panggilan itu. Tapi
tetap saja, sebaik-baiknya nama panggilan. Nama asli adalah nama yang penuh
dengan keberkahan, nama tanpa dusta dan cacat dimataku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar